Kunjungan Tim Australia Untuk Melihat Penerapan Kelas Multigrade Di SDN Ngadisari 1

Probolinggo, Radarpatroli
Pada Kamis (6/2/2025) Tim Stapleton, Minister Counsellor for Governance and Human Development (GHD) Kedutaan Australia, bersama dengan pihak Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) Republik Indonesia, melakukan visitasi ke SDN Ngadisari 1 yang terletak di Kecamatan Sukapura. Kunjungan ini bertujuan untuk melihat langsung penerapan sistem pembelajaran kelas rangkap atau multigrade teaching, yang sudah diterapkan di sejumlah sekolah di Kabupaten Probolinggo.

Dalam kunjungan tersebut, Tim Stapleton didampingi oleh sejumlah pejabat penting, antara lain Plt Kepala BSKAP Kemendikdasmen RI Toni Toharudin, Direktur Sekolah Dasar Kemendikdasmen RI Moch. Salim Somad, dan Program Direktur INOVASI Jakarta Mark Heyward. Mereka disambut hangat oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikdaya) Kabupaten Probolinggo Dwijoko Nurjayadi, tokoh masyarakat Tengger Supoyo, serta pengawas, kepala sekolah, dan guru dari Kecamatan Sukapura.
Sebelum mengunjungi SDN Ngadisari 1, tim terlebih dahulu melaksanakan kunjungan ke SDN Wonokerto II yang juga menerapkan program kelas multigrade. Kunjungan tersebut bertujuan untuk mempelajari lebih lanjut bagaimana pembelajaran dengan pendekatan kelas rangkap dilakukan. Pendekatan ini melibatkan pembelajaran berdiferensiasi, penguatan literasi dan numerasi, serta pemanfaatan buku bacaan anak yang dapat mendukung proses belajar siswa.
Di SDN Ngadisari 1, para tamu melihat langsung bagaimana proses pembelajaran dilakukan di kelas yang menggabungkan siswa dari beberapa jenjang. Meskipun siswa berasal dari tingkat kelas yang berbeda, interaksi antara guru dan murid tetap berjalan dengan aktif, membentuk kelompok belajar yang dinamis.
Sistem kelas multigrade diterapkan dengan tujuan untuk mengoptimalkan proses belajar mengajar, terutama di daerah dengan keterbatasan jumlah guru dan ruang kelas. Program ini tidak hanya diterapkan di Indonesia, tetapi juga telah diimplementasikan di berbagai negara, termasuk Australia, sebagai solusi untuk mengatasi kekurangan sumber daya pendidikan di daerah-daerah tertentu.

Tim Stapleton mengungkapkan bahwa sistem kelas multigrade sudah diterapkan di banyak negara, termasuk di Australia, dan bahkan saat dirinya masih di bangku SD, dia juga pernah belajar di kelas dengan sistem serupa. Menurutnya, program ini menjadi solusi untuk tantangan kekurangan guru yang dihadapi banyak sekolah di Indonesia.
“Kerjasama antara Pemerintah Australia dan Indonesia yang terwujud dalam program INOVASI bertujuan untuk mendorong peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia,” tambah Tim Stapleton. Dia juga menyampaikan bahwa program ini sangat bermanfaat bagi daerah-daerah yang kekurangan tenaga pendidik, dengan memastikan para siswa tetap dapat belajar meski dengan keterbatasan sumber daya.
Plt Kepala BSKAP Kemendikdasmen RI Toni Toharudin menyampaikan apresiasi terhadap penerapan kelas multigrade di Kabupaten Probolinggo, terutama di daerah-daerah yang kekurangan jumlah guru dan memiliki murid dengan jumlah terbatas. Ia menjelaskan bahwa pendekatan ini memungkinkan siswa untuk belajar secara lebih interaktif, dan siswa yang lebih senior dapat membantu adik-adiknya yang lebih muda, meningkatkan keterampilan sosial mereka.
Namun, Toni juga menegaskan pentingnya perubahan standar dalam pengelolaan pembelajaran jika program ini ingin diterapkan secara lebih luas di Indonesia. “Guru harus mampu mengelola kelas dengan baik dan memenuhi kebutuhan siswa yang berbeda usia dalam satu kelas,” ujarnya.
Kepala Disdikdaya Kabupaten Probolinggo, Dwijoko Nurjayadi, menjelaskan bahwa penerapan kelas multigrade di Kabupaten Probolinggo dimulai sejak 2018 di Desa Ngadisari. Langkah ini diambil karena terbatasnya jumlah siswa, ruang kelas, dan guru. Dengan menggabungkan kelas, semangat belajar siswa meningkat, dan dampaknya terasa cukup besar.
“Sejak 2018, kami telah menerapkan kelas multigrade di 8 sekolah. Kini, jumlah sekolah yang menerapkan sistem ini telah berkembang pesat menjadi 160 satuan pendidikan,” ujar Dwijoko.
Selain itu, sistem ini juga terbukti efektif dalam penggunaan jumlah guru yang lebih efisien. Hanya diperlukan sekitar tiga orang guru per sekolah untuk menerapkan kelas multigrade, yang tentunya sangat membantu mengatasi kekurangan tenaga pendidik di daerah tersebut.
Program kelas multigrade yang diterapkan di Kabupaten Probolinggo menunjukkan bagaimana pendekatan inovatif ini bisa efektif meski dengan keterbatasan sumber daya. Dengan adanya kerjasama antara Indonesia dan Australia, program ini tidak hanya membantu mengatasi kekurangan tenaga pengajar, tetapi juga memperbaiki kualitas pendidikan di daerah-daerah terpencil.
Harapannya, program kelas multigrade ini bisa diterapkan lebih luas di seluruh Indonesia, terutama di daerah-daerah yang membutuhkan solusi kreatif untuk tantangan kekurangan guru dan ruang kelas. Sebuah langkah maju dalam meningkatkan pendidikan yang lebih merata dan berkualitas untuk semua.
Reporter : Sayful
Narasumber : Kominfo