Tradisi Karo Tengger, Menjaga Harmoni Leluhur Di Tengah Pesona Bromo

0
IMG-20250809-WA0180
Bagikan

Probolinggo, Radarpatroli 

Warga Suku Tengger dari Desa Jetak, Ngadisari, dan Wonotoro, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, menggelar perayaan Hari Raya Karo 1947 Saka pada Sabtu (9/8/2025). Tradisi tahunan ini dimaknai sebagai peringatan lahirnya peradaban manusia serta kehidupan berpasangan yang sarat nilai budaya dan filosofi mendalam.

Dalam prosesi adat, Desa Jetak bertindak sebagai kemanten putri sekaligus tuan rumah, Desa Ngadisari berperan sebagai kemanten putra, dan Desa Wonotoro menjadi saksi upacara.

Puncak perayaan ditandai dengan Tari Sodoran, tarian sakral yang dimainkan dua penari pria menggunakan tongkat bambu. Tarian ini melambangkan tekad kaum pria menjaga keharmonisan hubungan manusia, khususnya antara laki-laki dan perempuan.

Perayaan turut dihadiri Bupati Probolinggo, Gus dr. Mohammad Haris, didampingi Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Dwijoko Nurjayadi, Kepala Disporapar, serta sejumlah pejabat Pemkab Probolinggo. Kehadiran mereka menjadi bentuk dukungan pemerintah terhadap pelestarian budaya lokal.

Dalam prosesi, warga beriringan membawa jimat klontongan berisi peralatan dapur non logam dan bambu sodoran sebagai simbol mas kawin. Menariknya, perempuan dilarang mengikuti prosesi hingga tepat pukul 12.00 WIB. Setelah itu, mereka diperbolehkan masuk membawa rantang berisi makanan untuk suami atau ayah yang mengikuti ritual. Makanan tersebut kemudian didoakan dan disantap bersama.

Kepala Desa Jetak, Ngantoro, menjelaskan bahwa Tari Sodoran memiliki 25 tahapan prosesi lengkap dengan sesaji yang merepresentasikan perjalanan hidup manusia, mulai kelahiran, pernikahan, hingga menjadi orang tua.

“Tradisi ini harus dijaga agar generasi muda memahami akar budaya mereka,” ujarnya.

Sementara itu, Bupati Haris menyampaikan komitmennya untuk mengembangkan pariwisata berbasis budaya di kawasan Bromo. Menurutnya, model pengelolaan pariwisata yang mengedepankan kearifan lokal akan memberikan manfaat langsung bagi masyarakat sekaligus memperkuat identitas daerah.

“Bromo dikenal sebagai salah satu keajaiban dunia yang menjadi magnet wisatawan mancanegara. Kehadiran mereka diharapkan mampu mendatangkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat sekitar,” ungkapnya.

Bupati juga menegaskan bahwa kekayaan budaya Bromo, termasuk tradisi Karo, Sodoran, Kasada, dan unan-unan, perlu dimasukkan dalam kalender resmi pariwisata daerah.

“Budaya Bromo harus terus dilestarikan. Kami ingin Bromo tidak hanya indah untuk dilihat, tetapi juga memberi kesejahteraan dan kebanggaan bagi masyarakatnya,” tegasnya.

Ia berharap wisatawan tidak hanya menikmati pemandangan alam, tetapi juga merasakan kearifan lokal masyarakat Tengger sehingga mendapat pengalaman yang autentik dan berkesan.

“Dengan langkah ini, pariwisata dapat berkembang berkelanjutan, memberi nilai ekonomi bagi warga sekaligus menjaga warisan budaya untuk generasi mendatang,” pungkas Bupati Haris.

Reporter : Sayful

Narasumber : Kominfo Kab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kalau Wartawan Jangan Copas Lahhhh!!!