Puskesmas Pajarakan Gencarkan Skrining Balita Untuk Percepatan Eliminasi TBC Dan Penanganan Stunting

Probolinggo, Radarpatroli
Upaya percepatan eliminasi Tuberkulosis (TBC) di Indonesia terus digencarkan, termasuk di wilayah Kabupaten Probolinggo. Hingga akhir Agustus 2025, Puskesmas Pajarakan mencatat enam kasus TBC pada anak. Dari jumlah tersebut, dua kasus ditemukan melalui investigasi kontak, sementara empat kasus lainnya terdeteksi lewat skrining balita dengan status gizi kurang dan gizi buruk.

Selain itu, terdapat dua kasus terduga lain yang saat ini masih dalam proses rujukan ke RSUD Waluyo Jati untuk diagnosis lebih lanjut. Data tersebut menunjukkan pentingnya deteksi dini serta skrining rutin, khususnya pada kelompok anak berisiko tinggi seperti balita gizi buruk dan anak yang memiliki kontak erat dengan penderita TBC.
Program skrining ini dikemas dalam kegiatan bertajuk “Skrining Kesehatan Balita Dalam Upaya Percepatan Eliminasi TBC Tahun 2030 dan Penanganan Stunting”. Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi antara Pelaksana Program TBC Sumiyati dan Pelaksana Program Gizi Ika Melinatini.
Skrining difokuskan pada balita dengan gizi buruk, gizi kurang, serta balita yang mengalami stagnasi berat badan selama tiga bulan berturut-turut. Dari 94 balita yang disasar, sebanyak 92 balita mengikuti Mantoux Test (Tuberculin Test). Hasil tes ini akan diketahui dalam waktu 48 hingga 72 jam setelah penyuntikan.
Pelaksana Program TBC Puskesmas Pajarakan, Sumiyati, menyampaikan bahwa pendekatan ini terbukti efektif untuk mendeteksi dini TBC sekaligus membantu penanganan gizi pada balita.
“Dari hasil pendampingan kami, anak-anak yang terdiagnosis TBC dan langsung mendapat pengobatan menunjukkan peningkatan berat badan yang signifikan. Bahkan ada yang awalnya berstatus gizi kurang, kini sudah mencapai status gizi normal,” ungkapnya.
Ia menegaskan pentingnya skrining terintegrasi antara program TBC dan gizi, karena penurunan berat badan yang tidak wajar sering menjadi gejala awal infeksi TBC.
“Semakin cepat penyebab penurunan berat badan ditemukan, semakin mudah dan cepat pula penanganannya. Ini bukan hanya soal mengobati penyakit, tapi juga mencegah dampak jangka panjang terhadap tumbuh kembang anak,” tambahnya.
Selain itu, skrining juga menjadi langkah strategis untuk memutus mata rantai penularan TBC di lingkungan keluarga. “Anak-anak yang kontak erat dengan penderita TBC dewasa juga menjadi prioritas skrining untuk mencegah infeksi lebih lanjut,” jelas Sumiyati.
Sementara itu, Plh. Kepala Puskesmas Pajarakan dr. Pungki Ariyanti menegaskan pentingnya integrasi penanganan antara kasus gizi buruk dan TBC anak. Menurutnya, kedua kondisi tersebut saling berkaitan dan dapat memperburuk satu sama lain apabila tidak ditangani secara terpadu.
“Status gizi buruk, kekurangan gizi, maupun stunting sangat meningkatkan kerentanan anak terhadap infeksi TBC karena lemahnya daya tahan tubuh. Sebaliknya, TBC sendiri bersifat katabolik, yang mempercepat penurunan berat badan dan memperparah kondisi gizi anak,” terangnya.
Pungki menambahkan bahwa dua program prioritas nasional, yakni eliminasi TBC 2030 dan penurunan angka stunting balita, dapat tercapai lebih cepat apabila dilakukan secara sinergis di lapangan.
“Kami melihat integrasi program penanganan TBC dan stunting sebagai langkah strategis. Dengan menyatukan upaya skrining dan pengobatan, kita tidak hanya meningkatkan penemuan kasus TBC anak, tetapi juga mendorong pemulihan status gizi secara berkelanjutan,” pungkasnya.
Reporter : Sayful
Narasumber : Kominfo Kab.