LSM AMPP, Kami Kawal Sampai Pelaku Asusila Masuk Penjara, Jangan Ada Yang Kebal Hukum
Probolinggo, Radarpatroli
Enam lembaga masyarakat di Kabupaten Probolinggo menyatakan sikap tegas mereka untuk terus mengawal dan menuntut penutupan salah satu pondok pesantren (ponpes) yang diduga kuat menjadi tempat praktik asusila oleh oknum pengasuhnya. Desakan ini mencerminkan bentuk keprihatinan mendalam masyarakat terhadap maraknya kasus pelanggaran moral di lingkungan lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi tempat pembinaan akhlak dan keagamaan.
Adapun enam lembaga yang tergabung dalam gerakan moral tersebut antara lain LSM Aliansi Masyarakat Peduli Probolinggo (AMPP) Dan Lima Lembaga Lainnya, Mereka sepakat bahwa kasus dugaan asusila yang melibatkan oknum pengasuh ponpes ini harus diproses secara hukum tanpa ada perlakuan istimewa.
Ketua LSM AMPP, H. Ludfi Hamid, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan berhenti memperjuangkan keadilan bagi para korban dan menuntut agar pemerintah daerah serta aparat penegak hukum bertindak tegas. Ia juga menyampaikan komitmennya untuk mengawal proses hukum hingga pelaku benar-benar dijatuhi hukuman penjara.
“Kasus ini kami kawal sampai yang bersangkutan masuk ke penjara. Ini bukan sekadar persoalan individu, tetapi juga masalah moral dan kepercayaan publik terhadap lembaga pendidikan keagamaan. Kami ingin agar ke depan ada efek jera bagi pondok pesantren lain yang lalai dalam menjaga perilaku para pengasuhnya,” tegas H. Ludfi Hamid dengan nada serius.
Menurutnya, lembaga masyarakat yang tergabung dalam aliansi tersebut telah mengumpulkan bukti dan keterangan dari sejumlah pihak terkait untuk memperkuat proses hukum yang sedang berjalan. Mereka juga mendesak aparat kepolisian agar tidak ragu dalam mengambil langkah tegas terhadap pelaku serta melakukan penyelidikan mendalam terhadap pihak-pihak lain yang diduga terlibat atau menutup-nutupi kasus tersebut.
Selain itu, H. Ludfi Hamid juga menilai pentingnya evaluasi terhadap sistem pengawasan di lingkungan pondok pesantren. Ia menegaskan bahwa keberadaan ponpes sejatinya sangat penting dalam mencetak generasi yang berakhlak, namun pengawasan terhadap para pengasuh dan pengelola harus diperketat agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan.
“Kami menghormati peran pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang telah banyak berjasa. Tapi jika ada yang mencoreng nama baiknya, maka harus ditindak tegas. Jangan sampai pelaku berlindung di balik simbol agama,” ujarnya.
Sementara itu, perwakilan dari LSM Lainnya menambahkan bahwa pihaknya bersama masyarakat akan terus memantau perkembangan kasus ini. Menurutnya, keadilan tidak boleh tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
“Kami ingin kasus ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak. Tidak boleh ada yang kebal hukum hanya karena statusnya sebagai pengasuh ponpes. Hukum harus ditegakkan secara adil dan transparan,” tandasnya.
Dukungan terhadap langkah enam lembaga masyarakat ini juga datang dari berbagai kalangan, termasuk tokoh agama dan pemuda di wilayah Kabupaten Probolinggo. Mereka berharap agar kasus tersebut segera diproses tuntas dan tidak berlarut-larut demi menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga pendidikan berbasis keagamaan.
Gerakan moral yang dilakukan oleh enam lembaga masyarakat ini diharapkan mampu menjadi pemicu bagi pemerintah daerah, Kementerian Agama, dan aparat penegak hukum untuk memperketat pengawasan terhadap semua pondok pesantren di Kabupaten Probolinggo. Langkah tersebut penting untuk memastikan bahwa pesantren tetap menjadi pusat pendidikan moral dan spiritual yang bersih dari tindakan tercela.
“Kami tidak ingin kasus seperti ini terulang. Ponpes harus menjadi tempat yang aman, bermartabat, dan benar-benar mencerminkan nilai-nilai Islam. Siapa pun yang terbukti mencederai amanah itu harus mempertanggungjawabkannya di depan hukum,” tutup H. Ludfi Hamid.
(Tim)
