Praktik Penyaluran BBM Bersubsidi Diduga Disalahgunakan Oleh Oknum Tengkulak di SPBU Muneng Kidul

0
IMG-20250526-WA0015
Bagikan

Probolinggo, Radarpatroli 

Penyaluran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang diduga disalahgunakan oleh oknum tengkulak kembali mencuat ke permukaan. Kali ini, dugaan praktik tersebut terjadi di SPBU 53.672.23 Muneng Kidul, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo.

Seorang konsumen yang hendak mengisi BBM jenis Pertamax mengaku kecewa karena harus mengantre lebih dari 20 menit, namun justru didahului oleh sejumlah motor yang keluar-masuk SPBU untuk mengisi BBM jenis Pertalite bersubsidi yang seharusnya hanya diperuntukkan bagi masyarakat tertentu.

Kejadian berlangsung pada Rabu (21/5/2025) sekitar pukul 12.50 WIB. Konsumen tersebut, yang merupakan pegawai instansi pemerintah, menuturkan bahwa petugas SPBU terkesan memprioritaskan kendaraan milik para tengkulak.

“Saya sudah menunggu lama dan jelas menyampaikan ingin isi Pertamax. Tapi malah yang berkali-kali masuk itu yang dilayani. Saya lihat mereka pakai kendaraan yang sama, bolak-balik dua kali lebih,” ujarnya kecewa kepada media ini. Ia menambahkan, pengisian BBM Pertalite pada kendaraan tersebut mencapai Rp 100.000 di pengisian pertama dan Rp 80.000 di pengisian kedua, namun yang terisi hanya Rp 98.000 dan Rp 78.000.

Lebih jauh, konsumen tersebut juga mengungkap kekecewaannya atas sikap petugas SPBU yang dinilai tidak ramah, tidak profesional, dan seolah mengabaikan hak pelanggan.

“Saya ini tahu aturan. Saya minta struk sebagai bukti karena mau saya laporkan. Tapi saya diperlakukan seperti bukan pelanggan,” tambahnya tegas.

Kecurigaan semakin kuat ketika konsumen menerima print-out struk atas nama operator “SF”, padahal yang melayani pengisian BBM adalah petugas lain berinisial “RHN”. Hal ini menimbulkan dugaan ketidaksesuaian administrasi dan praktik tidak transparan dalam pengelolaan SPBU.

Ketua LSM Jaringan Aktivis Probolinggo (JakPro), Badrus Seman, yang menerima laporan ini langsung menanggapi serius temuan tersebut.

“Kami minta Pertamina segera turun tangan. Ini sudah fatal. Kalau tidak diberi sanksi, pelanggaran seperti ini akan terus terjadi. Jangan tutup mata dan telinga kalau ada temuan dari kami,” kata Badrus.

Apabila benar terbukti ada praktik penyaluran BBM bersubsidi kepada tengkulak, pihak SPBU dan oknum yang terlibat terancam melanggar sejumlah regulasi penting, antara lain:

UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang mengatur bahwa penyalahgunaan BBM subsidi bisa dikenai pidana hingga 6 tahun dan denda hingga Rp60 miliar.

Perpres No. 191 Tahun 2014 yang mengatur bahwa penjualan BBM bersubsidi hanya diperuntukkan bagi pengguna tertentu, bukan untuk diperjualbelikan kembali.

UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Pasal 107 yang menyatakan distribusi ilegal BBM bisa dikenai pidana 5 tahun atau denda hingga Rp50 miliar.

Tim media ini juga melakukan konfirmasi langsung ke SPBU dan bertemu dengan pengawas, admin, ketua shift, serta petugas lapangan. Pengawas SPBU yang berinisial ZN tidak menampik adanya aktivitas mencurigakan oleh para tengkulak.

“Saya lebih fokus ke stok BBM, jarang keluar ke lapangan. Tapi teman-teman sudah sering saya ingatkan. Soal tengkulak, memang sering bolak-balik,” ujarnya.

Lebih mengejutkan, petugas lapangan berinisial RN secara terbuka mengakui bahwa dirinya menerima uang sebesar Rp2.000 setiap kali mengisi BBM untuk para tengkulak.

“Iya, memang saya menerima uang dari mereka, Rp2.000 setiap pengisian,” ungkap RN tanpa ragu.

Sebagai langkah awal, pengawas ZN berjanji akan membatasi jumlah pengambilan BBM oleh tengkulak.

“Ke depan akan saya batasi maksimal dua kali pengambilan dengan motor yang sama,” tambahnya.

Jika dibiarkan, praktik ini tidak hanya mencederai rasa keadilan masyarakat, tetapi juga berpotensi menyebabkan kelangkaan BBM bersubsidi di wilayah yang sangat membutuhkannya. Konsumen berhak mendapatkan pelayanan prima sesuai prinsip 3S (Senyum, Sapa, Salam) dan memperoleh layanan secara adil dan profesional.

“Kami tidak minta dilayani istimewa, cukup adil sesuai prosedur. Tapi nyatanya kami seperti dipinggirkan,” ujar konsumen tersebut.

LSM JakPro mendesak Pertamina serta aparat penegak hukum untuk segera menindaklanjuti kasus ini. Selain sanksi administratif, tindakan hukum harus diberlakukan jika ditemukan pelanggaran pidana.

Pemerintah daerah juga diharapkan tidak tinggal diam dan memperketat pengawasan operasional SPBU di wilayahnya, khususnya dalam distribusi BBM bersubsidi yang sangat rawan disalahgunakan.

Media ini akan terus memantau perkembangan kasus dan memberikan laporan terbaru jika ada tindakan nyata dari Pertamina maupun aparat hukum.

(Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kalau Wartawan Jangan Copas Lahhhh!!!