Bedah Perbedaan Tugas LSM Dan Wartawan, Dewan Pers Tegaskan Larangan Profesi Ganda

0
IMG_20250809_100130
Bagikan

Probolinggo, Radarpatroli 

Perbedaan mendasar antara tugas Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan wartawan kerap menjadi sorotan publik. Meski keduanya memiliki unsur kesamaan dalam fungsi kontrol sosial, peran, tujuan, dan landasan hukum keduanya sangat berbeda sehingga tidak boleh saling tumpang tindih.

LSM diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas). Berdasarkan regulasi tersebut, LSM merupakan organisasi yang didirikan secara sukarela oleh perseorangan atau kelompok untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa mencari keuntungan.

Adapun tugas dan fungsi LSM meliputi,

Memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Menjaga nilai agama, moral, etika, dan budaya.

Memperjuangkan hak-hak masyarakat, termasuk hak asasi manusia (HAM).

Melakukan advokasi dan pemberdayaan masyarakat, khususnya kelompok rentan atau terpinggirkan.

Sementara itu, wartawan memiliki landasan hukum berbeda, yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Wartawan bekerja secara rutin di media massa cetak, elektronik, atau siber dengan tugas utama melakukan kerja jurnalistik, meliputi mencari, mengumpulkan, menyusun, dan menyampaikan berita kepada publik. Wartawan juga memiliki fungsi kontrol sosial serta mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Perbedaan utama, LSM fokus pada pelayanan dan advokasi berbasis pemberdayaan masyarakat, sedangkan wartawan fokus pada pengumpulan dan penyebaran informasi berbasis jurnalistik.

Dewan Pers menegaskan bahwa wartawan dilarang keras merangkap profesi sebagai pekerja LSM. Larangan tersebut diatur dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/III/2010 tentang Standar Kompetensi Wartawan, yang menekankan bahwa wartawan harus bebas dari kepentingan di luar kerja jurnalistik.

“Wartawan tidak boleh terlibat dalam aktivitas advokasi atau menjalankan misi yang bertentangan dengan prinsip jurnalistik. Profesi ini memiliki kode etik sendiri, demikian pula LSM. Wartawan ya wartawan, LSM ya LSM,” tegas Ketua Komisi Pengaduan dan Etika Dewan Pers.

Dewan Pers juga mengecam praktik profesi ganda wartawan yang sekaligus menjadi pengurus atau aktivis LSM, karena hal tersebut berpotensi mencederai independensi dan idealisme pers.

“Profesi wartawan adalah profesi terhormat dalam memberi informasi kepada publik. Bila dicampur dengan kepentingan lain seperti LSM, maka integritas jurnalistik akan terancam,” imbuhnya.

Dengan penegasan ini, diharapkan baik LSM maupun wartawan dapat menjalankan fungsi masing-masing secara profesional, saling melengkapi, namun tetap berada pada koridor hukum dan kode etik profesi masing-masing.

Reporter : Sayful

     Editor : Yuris

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kalau Wartawan Jangan Copas Lahhhh!!!