Batik Line Dance Probolinggo Curi Perhatian di Eksotika Bromo 2025

Probolinggo, Radarpatroli
Di bawah hembusan angin dingin lautan pasir Gunung Bromo yang magis, panggung Eksotika Bromo 2025 pada Sabtu (21/6) menjadi saksi sebuah penampilan yang memikat. Diiringi gemuruh tabuhan perkusi khas Jawa Timuran, Batik Line Dance Probolinggo tampil memukau, membawakan harmoni gerak penuh semangat, tradisi, dan kebanggaan lokal.

Kelompok ini dipimpin langsung oleh Ketua TP PKK Kota Probolinggo, dr. Evariani Aminuddin, bersama 94 penari lainnya. Mereka tidak sekadar menari, namun menyampaikan pesan budaya melalui gerak berbalut batik khas daerah, menyatu dengan semangat dan lanskap alam Bromo yang mempesona.
“Ini adalah kebanggaan bagi kami. Bisa tampil di acara sekelas Eksotika Bromo merupakan sebuah kehormatan. Tapi ini bukan akhir, ini justru awal dari langkah kami berikutnya,” ujar dr. Evariani usai tampil, penuh semangat.
Ia juga mengungkapkan bahwa Batik Line Dance Probolinggo tengah bersiap menjadi tuan rumah ajang serupa di tingkat nasional. “Dan kelak, kami ingin kembali tampil di Bromo di panggung alam yang megah ini bersama komunitas Line Dance dari seluruh penjuru Indonesia,” tambahnya.
Digelar pada 20–22 Juni di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Eksotika Bromo 2025 hadir dengan tema “Ruwat Rawat Segoro Gunung”. Festival ini bukan sekadar hiburan, tetapi upaya menyuarakan keseimbangan antara manusia, alam, dan spiritualitas. Bunyi gamelan, alunan campursari, serta pukulan perkusi dari Madura hingga Tengger bergema di antara tebing dan pasir, mengukir kenangan kolektif bagi para pengunjung.
Ketua Penyelenggara, Afifa Prasetya, menjelaskan bahwa setiap pengunjung diwajibkan membawa satu bibit pohon. “Ini bukan hanya festival budaya, tapi juga gerakan ekologis. Sebuah panggilan untuk menjaga bumi melalui seni dan tradisi,” ungkapnya.
Dalam atmosfer sakral dan penuh warna itu, penampilan dr. Evariani dan Batik Line Dance Probolinggo tak hanya memikat secara visual, tetapi juga menyampaikan pesan kuat: perempuan memiliki peran sentral dalam pelestarian budaya. Gerakan mereka adalah manifestasi dari warisan lokal yang dibingkai dalam seni modern yang inklusif dan merakyat.
Tak kalah memukau, sendratari kolosal Kidung Tengger yang mengisahkan legenda Joko Seger dan Roro Anteng, dibawakan dengan penghayatan mendalam oleh artis ibu kota Olivia Zalianti. Pertunjukan ini menyatukan mitos, musik, dan spiritualitas dalam satu pementasan terbuka yang menyentuh ribuan pasang mata.
Bupati Probolinggo, Mohammad Haris (Gus Haris), memberikan apresiasi tinggi atas keikutsertaan berbagai elemen masyarakat. “Festival ini adalah cara kita memperkenalkan budaya Tengger kepada dunia. Ini menjadi simbol sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan seni,” tegasnya.
Seiring matahari merunduk di cakrawala Bromo dan debu pasir menari di udara, langkah-langkah para penari Batik Line Dance Probolinggo meninggalkan kesan mendalam. Lebih dari sekadar pertunjukan, itu adalah janji. Janji bahwa budaya akan terus tumbuh, menari, dan bersuara dari Probolinggo untuk Indonesia, dan dari Bromo untuk dunia.
Reporter : Sayful
Narasumber : Kominfo Kota